Powered By Blogger

Rabu, 20 Oktober 2010

Kepribadian ganda

WellZone
Berbagi Ilmu dengan ngeBlog

* Home
* Tentang Penulis

Kepribadian Ganda
Artikel-Artikel, Pengetahuan, Tulas-Tulis December 11th, 2007

Kepribadian ganda terbentuk dari rasa traumatik masa kecil yang biasanya terjadi antara umur 4-6 tahun. Penderita menghibur diri sendiri dari sesuatu yang menyakitkan dengan menciptakan kepribadian lain buat menampung semua perasaannya. Dengan kata lain anak berusaha melindungi dirinya dari hal yang kurang mengenakan yang pernah dialami.
Agar lebih jelas contohnya seperti ini ada kepribadian yang tahu soal peristiwa traumatik itu, dan ada kepribadian yang sama sekali tidak mengetaui. Akhirnya mereka terbiasa saling melindungi diri dari masalah dengan mengonta ganti kepribadiannya hingga mereka tumbuh dewasa. Tiap ada masalah baru, artinya ada kepribadian baru juga. Jadi jangan kaget ada penderita yang bisa punya sepuluh (atau lebih) kepribadian yang berbeda-beda!
Kepribadian ganda adalah seseorang yang berusaha menghibur diri dengan menciptakan kepribadian lain yang dapat menampung semua perasaanya.
Cara kita tau diri sendiri punya kepribadian ganda adalah jika kita punya perilaku yang berbeda tuk kondisi/ lingkungan yang berbeda
Penyebab kepribadian ganda adalah peristiwa traumatik pada usia kanak-anak.
Menurut Universitas kedokteran hanover di jerman Bermain game di Internet secara berlebihan dengan menggunakan personalitas rekaan dapat menyebabkan gangguan kepribadian ganda. Universitas tersebut memperlihatkan satu contoh pada seorang pasien wanita yang telah bermain games di Internet selama beberapa jam sehari dengan periode lebih dari tiga bulan dan menggunakan berbagai personalitas dari sejumlah tokoh berbeda.”Selama waktu itu tokoh-tokoh rekaan secara lambat laun mengambil alih personalitas yang telah diabaikan. Pasien tersebut kehilangan kendali atas identitas dan kehidupan sosial miliknya sendiri,” kata Bert de Wildt dari universitas itu, seperti dilaporkan DPA.Dalam psikoanalisa, para ahli terapi menemukan pasien wanita itu telah berkembang menjadi berkepribadian ganda.De Wildt selanjutnya menjelaskan bahwa bermain games dengan memainkan penokohan bukan satu-satunya penyebab gangguan itu, namun para pakar merasa yakin permainan itu dapat memicu kondisi itu dan dapat membuatnya terus berlangsung.Depresi dan kegelisahan dapat juga disebabkan permainan seperti ini, kata De Wildt.
Misteri schizofrenia atau kepribadian ganda sebagai jenis penyakit gangguan ingatan kini tengah diteliti secara mendalam oleh tim ahli Institut Penelitian Kesehatan Mental di Melbourne, Australia. Selama empat tahun, para peneliti ini mengidentifikasi sejumlah gen dalam tubuh manusia yang diduga penyebab schizofrenia. Salah seorang guru besar institut Brian Dean mengatakan, penelitian ini diharapkan dapat membuka kemungkinan untuk mengobati gangguan schizophrenia.Para ahli itu mengumpulkan jaringan otak yang diambil dari tubuh bangkai manusia. Dari jaringan otak itu mereka telah menemukan 69 macam gen yang diduga penyebab schizofrenia. Gen-gen itu berbeda dengan gen-gen otak milik manusia yang tidak menderita schizophrenia. Jika pemiliknya menderita schizophrenia, maka sejumlah gen tertentu di dalam otaknya terdapat kandungan asam ribonukleik (RNA).RNA dalam gen penderita schizophrenia bisa lebih tinggi dan bisa pula lebih rendah daripada yang dikandung gen-gen orang normal. RNA berfungsi sebagai pengalih informasi genetik dari DNA menjadi protein. Menurut tim peneliti, ke-69 gen itu telah mengalami mutasi sehingga menimbulkan schizophrenia.Schizophrenia adalah istilah umum yang mengacu kepada kelainan psikotis yang menimbulkan cara berpikir khayal dan tidak logis. Tanda-tanda awal penyakit ini dapat muncul sejak remaja atau pada usia 20 tahun. Penelitian juga menyebutkan, satu dari seratus orang berpeluang mengidap schizophrenia. Untuk mengenali schizophrenia, sebuah perusahaan obat di Australia telah menciptakan alat simulasi audio-visual. Alat ini menggambarkan apa yang dirasakan oleh pengidap schizophrenia ketika sedang kambuh.
Richard McLean, seorang warga Melbourne, adalah salah satu contoh pengidap schizophrenia. Namun McClean termasuk beruntung karena otaknya masih dapat bereaksi bila teratur minum obat. Efek samping obat itu memang ada, tetapi obat itu memungkinkan ia lebih produktif. Dia bekerja sebagai perancang grafis dan telah menerbitkan buku tentang pengalamannya mengatasi schizophrenia.
Leave a Reply

Rabu, 06 Oktober 2010

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Amenorea Laktasi di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan perempuan dan kesehatan anak merupakan dasar yang penting dalam perkembangan masyarakat. Hanya perempuan yang bisa hamil dan melahirkan anak (WHO, 2006). Namun saat ini masalah kesehatan perempuan (khususnya ibu) dan bayi di Indonesia bukanlah gambar yang indah dipandang. Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio) dan Angka Kematian Bayi di Indonesia masih belum seperti yang diharapkan.

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007-2008 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 249 per 100.000 kelahiran hidup. Di Sumatera Barat angka kematian ibu tahun 2007 adalah 339 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih tinggi dari target yang ditetapkan pada tahun 2009 sebesar 226 per 100.000 kelahiran hidup dan diharapkan pada tahun 2015 penurunan AKI menjadi 102 orang per 100.000 kelahiran hidup. (http:my.ideabagus.com/Aff.pht).

Menanti kelahiran bayi adalah saat yang mendebarkan bagi setiap pasangan, walaupun setiap kali seorang bayi terlahir di muka bumi berarti menambah penduduk bumi. Akan tetapi bagi pasangan yang belum mempunyai keturunan, bayi adalah berkah atau sumber kebahagiaan yang tidak terelakan. Oleh sebab itu, kelahiran bayi menjadi momentum yang sangat dinantikan oleh setiap pasangan. ( Sholihah, 2008)

Jumlah perkawinan yang terjadi di kota Padang sebanyak 49,44% dari 121.520 Pasangan Usia Subur (PUS) yang mengikut program Keluarga Berencana (KB) hanya sebanyak 54,42% dimana yang memakai KB tradisional hanya sebanyak 4,56%. (Biro Pusat Statistik, 2008)

Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk menurunkan AKI dan menekan jumlah kelahiran karena 4 Terlalu (4T) yaitu terlalu muda dan terlalu tua untuk hamil, terlalu dekatnya jarak kehamilan, serta terlalu banyaknya jumlah anak adalah dapat dicegah dengan menggunakan alat kontrasepsi. Kontrasepsi adalah upaya untuk menuda kehamilan, menjarangkan kehamilan dan menghentikan kehamilan. (Manuaba, 2001)

Secara umum persyaratan kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut: aman, berdaya guna, dapat diterima, terjangkau harganya oleh masyarakat, tidak mengganggu produksi Air Susu Ibu (ASI) pada ibu menyusui, bila metode tersebut dihentikan penggunaannya klien akan segera kembali kesuburannya kecuali pada kontrasepsi mantap.

Pada ASI eksklusif sebagai aspek KB yang dapat menjarangkan kehamilan, ditemukan rata-rata jarak kehamilan ibu yang menyusui adalah 24 bulan, sedangkan yang tidak menyusui 11 bulan. Hormon yang mempertahankan laktasi bekerja menekan hormon untuk ovulasi, sehingga dapat menunda kembali kesuburan. (Rusli, 2005)

Salah satu kontrasepsi yang dapat digunakan pasca persalinan yaitu Metode Amenorea Laktasi (MAL) yaitu kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif, artinya dengan metode ini haid tidak muncul teratur selama 24 minggu atau 6 bulan. 10% akan mengalami haid 10 minggu pasca salin, 20% pada 20 minggu, 60 % pada 30 minggu. Namun kehamilan jarang terjadi dalam 20 minggu pertama puerperium. Ibu yang tidak menyusui bayinya selama lebih dari 3 bulan, mereka lebih mempunyai resiko hamil lebih besar, karena lebih dari 80 % mengalami haid dan ovulasi pada minggu ke-10 setelah melahirkan. (Llewellyn, 2005).

Berdasarkan SDKI 1997 dan 2002 membuktikan bahwa perilaku pemberian ASI di negeri ini tak menggembirakan. Pada tahun 1997 jumlah ibu yang menyusui bayinya mencapai 96,3 %. Angka itu turun menjadi 95,9 % pada 2002. Sementara jumlah ibu yang menyusui anaknya saat masa emas (satu jam pertama setelah kelahiran) hanya 3 %. Pemberian ASI eksklusif (hanya ASI, tanpa tambahan susu formula dan bahan makanan lain) selama enam bulan pertama pascalahir pada 1997 hanya 42,4 %, dan turun menjadi 39,5 % pada 2002 ( Dinas Kesehatan Sumbar, 2009)

Di Padang dilaporkan pada tahun 2009 dari 7.146 dari bayi yang lahir hanya 4.946 (69,2 %) yang mendapat ASI eksklusif. Berdasarkan target Indonesia sehat 2010 cakupan ini diharapkan mencapai 80 %, sehingga pada tahun 2010 ini diharapkan ada peningkatan agar target yang sudah ditetapkan dapat tercapai. (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2009)

Berdasarkan data pada lampiran A pada Puskesmas Lubuk Kilangan kota padang mengenai data kesehatan ibu dan anak, pencapaian ASI eksklusif yang terendah adalah di Puskesmas Lubuk Kilangan sebanyak 36,5 %. Dari 20 Puskesmas di Kota Padang, angka sasaran ASI ekslusif yang tercapai hanya 69,2 %.

Pada tanggal 27 Juni 2010, 10 orang sampel yang penulis wawancara terdapat 7 orang yang mengalami amenorea laktasi sedangkan 3 orang mendapatan haidnya segera setelah 40 hari pasca melahirkan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai Hubungan Pemberian ASI eksklusif dengan Amenorea Laktasi di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2010.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: ”Apakah ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi di wilayah Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2010?”

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang tahun 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi ibu yang melakukan pemberian ASI secara eksklusif.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi ibu yang mengalami amenorea laktasi selama menyusui bayinya.

3. Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Untuk menambah kemampuan peneliti dalam meneliti dan menerapkan ilmu pengetahuan khususnya hubungan antara pemberian ASI dengan amenorea laktasi.

1.4.2 Bagi Pendidikan

Untuk menambah pembendaharaan bagi perpustakaan khususnya tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi.

1.4.3 Bagi Puskesmas

Hasil ini diharapkan bermanfaat bagi puskesmas untuk tindakan lebih lanjut terhadap pemanfaatan ASI eksklusif.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang tanggal 2 Agustus sampai dengan 14 Agustus 2010. Penelitian ini dilakukan dengan cara membuat kuesioner lalu meminta responden untuk mengisi pertanyaan pada lembaran kuesioner secara langsung kepada responden, adapun responden untuk penelitian ini adalah ibu ibu-ibu yang bersalin pada Januari 2010 untuk melihat keberhasilan ASI eksklusif dengan lamanya amenorea laktasi yang dialami ibu dengan jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Susu Ibu (ASI)

2.1.1 Pengertian

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya dengan tata laksana yang benar. (Roesli, 2005)

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. (Soetjiningsih, 2002)

2.1.2 Komposisi ASI

ASI berbeda dengan susu sapi. Komposisi ASI pun ternyata tidak tetap dan tidak sama dari waktu ke waktu. Komposisi ASI dari satu ibu pun berbeda-beda pada hari-kehari, bahkan dari menit ke menit. ASI yang dikeluarkan pada 5 menit pertama dinamakn foremilk. Foremilk mempunyai komposisi yang berbeda dengan ASI yang keluar kemudian (hindmilk). Foremilk lebih encer. Hindmilk mengandung 4-5 kali lebih banyak dibanding foremilk. Diduga hindmilk inilah yang mengenyangkan bayi (Roesli, 2005), yaitu:

a. Kolostrum

1) Disekresikan oleh kelenjar mamae dari hari pertama sampai hari ketiga atau keempat dari masa laktasi.

2) Merupakan suatu laxanif yang ideal untuk membersihkan mekonium usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi untuk menerima makanan selanjutnya.

3) Lebih banyak mengandung protein dibanding ASI mature, tetapi berlainan protein utama adalah globulin, sehingga dapat dengan ASI mature dimana protein yang utama adalah casein pada kolostrum, memberikan daya perlindungan tubuh terhadap infeksi.

4) Lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI mature yang dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan pertama.

5) Lebih rendah kadar karbohidrat dan lemaknya dibandingkan dengan ASI mature.

6) Total energi lebih rendah dibandingkan ASI mature yaitu 58 kalori/100ml kolostrum.

7) Vitamin larut dalam lemak lebih tinggi. Sedangkan vitamin larut dalam air lebih tinggi atau lebih rendah.

8) Bila dipanaskan menggumpal. ASI mature tidak.

9) PH lebih alkalis dibandingkan ASI mature.

10) Lemaknya lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dibandingkan ASI mature.

11) Terdapat trypsin inhibitor yang akan menambah kadar antibodi pada bayi.

12) Volumenya bekisar 150-130ml/24 jam.

b. ASI Transisi/Peralihan

1) Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI mature.

2) Disekresi dari hari ketiga sampai hari kesepuluh dari masa laktasi, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa ASI mature baru akan terjadi pada minggu ketiga sampai minggu kelima.

3) Kadar protein semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat semakin tinggi.

4) Volume semakin meningkat.

C. ASI matang (mature)

ASI yang disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya, yang dikatakan komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa minggu ketiga sampai kelima ASI komposisinya baru konstan.

Merupakan cairan putih kekuning-kuningan, karena mengandung casienat, riboflaum, dan karotin.

1) Tidak menggumpal bila dipanaskan.

2) Volume 300-850 ml/24 jam

2.1.3 ASI Eksklusif

Yang dimaksud dengan dengan ASI eksklusif atau yang lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim.

Pada tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun, UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.

2.1.4 Manfaat ASI

a. Manfaat ASI untuk bayi

1) Nutrien (zat gizi) yang sesuai unuk bayi

a) Lemak

Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak. Sekitar 50 % kalori ASI berasal dari lemak. Kadar lemak dalam ASI antara 3,5-4,5 %, walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi, tetapi mudah diserap oleh bayi. Karena trigliserida dalam ASI lebih dulu dipecah menjadi asam lemak dan glisenol oleh enzim lipase yang terdapat dalam ASI.

b) Karbohidrat

Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa, yang kadarnya paling tinggi dibanding susu mamalia lain (7gr %). Laktosa mempunyai manfaat lain, yaitu mempertinggi absorbsi kalsium yang merangsang pertumbuhan laktobasilusbifidus.

c) Protein

Protein dalam susu adalah kasein dan whey. Kadar protein ASI sebesar 0,9. 60% diantaranya adalah whey yang lebih mudah dicerna dibanding kasein (protein utama susu sapi). Kecuali mudah dicerna, dalam ASI terdapat dua macam asam amino yang tidak terdapat dalam susu sapi yaitu sistin dan taurin. Sistin diperlukan untuk pertumbuhan somatik, sedangkan taurin untuk pertumbuhan otak.

d) Garam dan Mineral

Ginjal neonatus belum dapat mengkonsentrasikan air kemih dengan baik, sehingga diperlukan susu dengan kadar garam dan mineral yang rendah. ASI mengandung garam dan mineral lebih rendah dibandingkan susu sapi. ASI mengandung zat besi yang mudah diserap dan lebih banyak (lebih dari 50 %) dan sangat diperlukan untuk tumbuh kembang.

e) Vitamin

ASI mengandung vitamin yang diperlukan bayi. Vitamin K yang berfungsi sebagai katalisator pada proses pembekuan darah terdapat dalam ASI dengan jumlah yang cukup dan mudah diserap. Dalam ASI juga banyak vitamin E, terutama di kolostrum, dan dalam ASI juga terdapat dalam vitamin D

2) Mengandung Zat Proteksi

Bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita penyakit, karena zat proteksi dalam ASI.

a) Laktobasillus Bitidus

Laktobasilus bitidus berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam asetat. Kedua asam ini menjadikan saluran pencernaan bersifat asam sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri E coli yang sering menyebabkan diare pada bayi, shigela, dan jamur.

a. Laktoferin

Laktoferin adalah enzim yang berkaitan dengan zat besi. Konsentrasinya dalam ASI sebesar 100 mg/100 ml tertinggi diantara semua cairan biologis.

b. Lisozim

Lisozim adalah enzim yang dapat memecah dinding bakteri (bakteriosidal) dan antiinflamatori, bersama peroksida dan askorbat untuk menyerang E-coli dan sebagian keluarga salmonela. Konsentrasinya dalam ASI sangat banyak (400µg/ml).

c. Komplement C3 dan C4

Kedua komplemen ini, walaupun kadarnya dalam ASI rendah, mempunyai daya opsonik, ananfiloktoksik, dan kemotaktik, yang bekerja bila diaktifkan oleh IgA dan IgE yang terdapat dalam ASI.

d. Faktor Antistreptokokus

Dalam ASI terdapat faktor antistreptokokus yang melindungi bayi terhadap kuman tersebut.

e. Antibodi

Secara elektroforeetik, kromatografik dan radio imunoassay terbukti bahwa ASI terutama kolostrum mengandung imunoglobulin, yaitu secretory IgA, IgE, IgM, dan IgD. Dari semua imunoglobulin tersebut yang terbanyak adalah IgA.

f. Tidak menimbulkan alergi

Pada bayi baru lahir sistem IgE belum sempurna. Pemberian susu formula akan merangsang aktivasi sistem ini dan dapat menimbulkan alergi. ASI tidak menimbulkan efek ini. Pemberian protein asing yang ditunda sampai umur 6 bulan akan mengurangi kemungkinan alergi ini.

b) Meningkatkan Kecerdasan

Dengan memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensi kecerdasan anak secara optimal.

Hal ini karena selain sebagai nutrien yang ideal, dengan komposisi yang tepat, serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal. Nutrien-nutrien khusus tersebut tidak terdapat atau hanya sedikit terdapat pada susu sapi.

c) Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan

Waktu menyusui kulit bayi akan menempel pada kulit ibu. Kontak kulit yang dini ini akan sangat besar pengaruhnya pada perkembangan bayi kelak. Walaupun seorang ibu dapat memberikan kasih sayang yang besar dengan memberikan susu formula, tetapi menyusui sendiri akan memberikan efek psikologis yang besar.

d) Menyebabkan pertumbuhan yang baik

Bayi yang mendapat ASI mempunyai kenaikan berat yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode perinatal baik, dan mengurangi kemungkinan obesitas.

e) Mengurangi kejadian karies dentis

Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan susu formula akan menyebabkan asam yang terbentuk merusak gigi. Kecuali itu ada anggapan bahwa kadar selenium yang tinggi dalam ASI akan mencegah karies dentis.

f) Mengurangi kejadian maloklusi

Telah dibuktikan bahwa salah satu penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong kedepan akibat menyusu dengan botol atau dot (Manajemen Laktasi, 2004 dalam Rusli, 2005)

b. Manfaat ASI unuk ibu

1) Aspek kesehatan ibu

Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofisis. Oksitosin membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan, penundaan haid dan berkurangnya perdarahan pasca persalinan mengurangi anemia lebih rendah dibanding yang tidak menyusui. Oleh karena menyusui memerlukan energi, maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil. Dengan demikian berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali ke berat badan sebelum hamil. (Roesli, 2005)

2) Aspek Keluarga Berencana (KB)

Menyusui secara murni (eksklusif) dapat menjarangkan kehamilan, ditemukan rata-rata jarak kehamilan ibu yang menyususi adalah 24 bulan, sedangkan yang tidak menyusui 11 bulan. Hormon yang mempertahankan laktasi bekerja menekan hormon untuk ovulasi, sehingga dapat menunda kembalinya kesuburan.

3) Aspek psikologis

Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat bagi bayi, tetapi juga unuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan semua manusia..

2.2 Amenorea Laktasi

2.2.1 Pengertian

Metode Amenore Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa makanan tambahan lainnya. (Sarwono, 2007)

Metode Amenorea Laktasi pada dasarnya adalah suatu alogaritme yang memungkinkan wanita menentukan apakah pola pemberian makanan bayinya, disertai pola menstruasinya, membentuk kontrasepsi yang efektif. (Labbok et al, 1994 dalam Gobbie, 2002).

Sejumlah studi yang dilakukan di negara berkembang memperlihatkan bahwa angka kehamilan 6 bulan komulatif adalah 0,45 %. (Perez et al, 1992 dalam Gobbie, 2002)

2.2.2 Macam-macam Amenorea

a. Amenore Fisiologis

Pada masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi dan sesudah menopause.

b. Amenore Patologis

Penyebab-penyebab secara umum yaitu: gangguan Organ pusat, gangguan kejiwaan, gangguan poros hipotalamus, gangguan hipofisis

2.2.3 Profil

a. Metode Amenorea Laktasi dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila:

1) Menyusui secara penuh (full breast feeding); lebih efektif bila pemberian ≥ 8 x sehari.

2) Belum haid

3) Umur bayi kurang dari 6 bulan.

b. Efektif sampai 6 bulan.

c.Harus dilanjutkan dengan pemakaian kontrasepsi lainnya.

2.2.4 Cara Kerja

Setelah melahirkan, konsentrasi esterogen, progesteron, dan prolaktin (PRL) yang tinggi selama kehamilan turun secara drastis. Tanpa menyusui, kadar gonadotropin meningkat pesat, konsentrasi PRL kembali ke normal dalam waktu sekitar 4 minggu dan pada minggu ke-8 pascapartum, sebagian besar wanita yang memberi susu formula pada bayinya memperlihatkan tanda-tanda perkembangan folikel dan akan berevolusi tidak lama kemudian.

Sebaliknya, pada wanita yang menyususi, konsentrasi PRL tetap meninggi selama pengisapan sering terjadi dan pada setiap kali menyusui terjadi peningkatan sekresi PRL secara akut. Walaupun konsentrasi Follicle Stimulating Hormone (FSH) kembali ke normal dalam beberapa minggu pascapartum, namun konsentrasi Luteinizing Hormone (LH) dalam darah tetap tertekan sepanjang periode menyusui. Yang penting, pola pulsasi normal pelepasan LH mengalami gangguan dan inilah yang diperkirakan merupakan penyebab mendasar terjadinya penekanan fungsi normal ovarium. Wanita yang menyusui bayinya secara penuh atau hampir penuh dan tetap amenore memiliki kemungkinan kurang dari 2 % untuk hamil selama 6 bulan pertama setelah melahirkan. (Kennedy et al., 1989 dalam Gobbie, 2002)

Selain itu terdapat juga efek oksitosin yaitu keluarnya hormon oksitosin dari kelenjar hipofise posterior yang mengakibatkan kontraksi otot rahim untuk mencegah timbulnya perdarahan pasca persalinan serta mempercepat involusi rahim. (Made, 1997 dalam Gobbie, 2002)

2.2.5 Indikator Menyusui Terhadap Kesuburan

Ada beberapa indikator mengenai pengaruh menyusui terhadap kesuburan ibu:

a. Lamanya menyususi. Makin lama menyususi, makin lama amenorea dan makin tertunda ovulasi.

b. Lama dan frekuensi menyusui. Inhibisi terhadap fungsi ovarium tergantung dari kegiatan ini.

c. Cepat tidaknya memperkenalkan susu botol

d. Waktu setelah melahirkan, makin lama waktu pasca persalinan maka kesuburan akan semakin meningkat, terlepas dari menyusui atau tidak.

e. Status gizi ibu yang bersangkutan. Ibu yang malnutrisi akan cenderung amenore lebih lama.

f. Pengaruh geografis, budaya dan sosial ekonomi. Dalam penelitian multi senter didapatkan bahwa urbanisasi, pendidikan, musim, ibu pekerja dan lain-lain, dapat berpengaruh terhadap mulainya datang menstruasi pasca persalinan.

Untuk mendapatkan efek kontrasepsi yang baik dari peristiwa menyusui maka seorang ibu sebaiknya melakukan:

a. Hanya memakai ASI saja untuk bayi selama 4 bulan pertama (exclusive breast feeding)

b. Menyususi sesering dan selama mungkin siang malam sesuai keinginan bayi (on demands)

c. Bila sudah mulai memperkenalkan makanan tambahan, maka dianjurkan memberikan ASI dulu sebelum makanan tambahan tersebut diberikan.

d. Teruskan menyusui meskipun ibu atau bayinya sakit.

e. Hindarkan pemakaian susu botol atau kempeng/puting susu buatan.

2.3 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah:

Variabel Independen

Variabel Dependen

Amenorea Laktasi

Pemberian ASI eksklusif

2.4 Hipotesis

Hipotesis didalam suatu penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah melalui hasil pembuktian dari hasil penelitian, maka hipotesis ini dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak (Notoatmodjo, 2005).

Ha = Ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan amenore laktasi

Ho = Tidak ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan amenore laktasi

2.5 Definisi Operasional

No

Variabel

Defenisi

Alat Ukur

Cara Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

1.

Pemberian ASI eksklusif

Memberikan ASI saja tanpa makanan tambahan pada bayi sampai umur 6 bulan

Kuesioner

Angket

Dikategorikan menjadi:

-memberikan ASI eksklusif jika jawaban benar ≥ 3

-tidak memberikan ASI eksklusif jika jawaban benar < 3

Ordinal

2.

Amenore Laktasi

Tidak terjadinya menstruasi oleh karena praktek menyusui sehingga kehamilan tidak terjadi

Kuesioner

Angket

Dikategorikan:

-amenore laktasi jika jawaban benar ≥ 2

-tidak mengalami amenore laktasi jika jawaban benar < 2

Ordinal

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Metode penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen diukur pada saat yang bersamaan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang pada tanggal 2 Agustus s/d 14 Agustus 2010.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang bersalin pada Januari 2010 yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang dengan jumlah populasi 74 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi jika jumlah populasi 100 maka dapat diambil sampelnya secara total (Notoatmojo, 2005).

Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan teknik total sampling dengan jumlah sampel 74 orang yang didapatkan dari data imunisasi di Puskesmas Lubuk Kilangan pada tahun 2010.

3.4 Jenis dan Sumber Data

1.Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden yang akan diberikan kuesioner.

2. Data sekunder yaitu data yang didapat dari puskesmas dan studi kepustakaan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan angket terhadap responden yang dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh beberapa orang kader yang telah diberikan pengarahan secara khusus untuk menghindari kesalahan interprestasi.

3.6 Teknik Pengolahan Data

Dalam pengolahan data dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:

3.6.1 Editing (pemeriksaan data)

Data yang telah dicatat menggunakan format pengumpulan data, diperiksa kembali untuk memastikan data yang tercatat telah lengkap dan tidak ada kesalahan pada data tersebut.

3.6.2 Coding (pengkodean data)

Data ibu yang bersalin diklasifikasikan menjadi ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ibu yang tidak memberi ASI eksklusif. Dan ibu mengalami amenorea laktasi dan tidak mengalami amenorea laktasi.

3.6.3 Entry (memasukkan data)

Data yang telah diberi kode dalam bentuk angka, kemudian dipindahkan ke dalam master tabel.

3.6.4 Cleaning (membersihkan data)

Data yang telah terkumpul dalam master tabel diperiksa kembali dan tidak ditemukan data yang salah.

3.6.5 Tabulating

Data yang telah didapatkan dari pengolahan hasil analisa univariat dan analisa bivariat dengan menggunakan SPSS kemudian dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi dalam bentuk angka dan persentase.

3.7 Teknik Analisa Data

3.7.1 Analisa univariat

Adalah analisa yang dilakukan untuk mengetahui distribusi ferekuensi dari masing-masing variabel, baik variabel independen maupun variabel dependen.

P = x 100%

Keterangan:

P = Presentase

f = Frekuensi

n = Jumlah seluruh responden

3.7.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara 2 variabel dengan uji statistik chi-square melalui program komputer. Uji statistik ini untuk melihat hubungan ASI eksklusif dengan amenorea laktasi.

Untuk melihat hubungan kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan 0,05 sehingga p < 0,05 maka hasil statistik dinilai bermakna.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Lubuk Kilangan mempunyai luas wilayah 85,99 km2 yang terdiri dari 7 kelurahan yakni Kelurahan Tarantang, Kelurahan Beringin, Kelurahan Batu Gadang, Kelurahan Indarung, Kelurahan Padang Besi, Kelurahan Koto Lalang, dan Kelurahan Bandar Buat. Batas wilayah sebelah Utara dengan Kecamatan Pauh, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bungus, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Solok, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Begalung.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisa Univariat

1. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Yang Memberikan ASI Eksklusif

di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun 2010

No.

ASI Eksklusif

Frekuensi

%

1.

2.

Tidak Memberikan

Memberikan

25

49

33,8

66,2

Jumlah

74

100

Berdasarkan tabel 1 dapat digambarkan bahwa dari 74 responden di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan sebanyak 25 (33,8 %) tidak memberikan ASI secara eksklusif, dan 49 (66,2 %) memberikan ASI eksklusif.

2. Distribusi Frekuensi Amenorea laktasi

Tabel 2. Distribusi Frekuensi responden Yang Mengalami Amenorea Laktasi

di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun 2010

No.

Amenorea Laktasi

Frekuensi

%

1.

2.

Tidak Mengalami

Mengalami

26

48

35,1

64,9

Jumlah

74

100

Berdasarkan tabel 2 dapat digambarkan bahwa dari 74 responden di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan sebanyak 26 (35,1 %) tidak mengalami amenorea laktasi, dan 48 (64,9 %) mengalami amenorea laktasi.

4.2.2 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Amenorea Laktasi

Tabel 3. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Amenorea Laktasi

di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun 2010

ASI Eksklusif

Amenorea Laktasi

Total

P Value

Tidak mengalami

Mengalami

Frekuensi

%

Frekuensi

%

Frekuensi

%

Tidak Melakukan

25

33,8

0

0

25

33,8

0,00

Melakukan

1

1,3

48

64,9

49

66,2

Jumlah

26

35,1

48

64,9

74

100

Berdasarkan tabel 3 hasil analisa hubungan pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi didapatkan bahwa dari 74 responden, didapatkan yang tidak mengalami amenorea laktasi adalah lebih besar (33,8 %) pada responden yang tidak melakukan pemberian ASI secara eksklusif dibandingkan pada responden yang memberikan ASI eksklusif (1,3 %).

Dari hasil uji statistik dengan Chi-Square didapatkan nilai p=0,00 (p < 0,005). Maka dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi.

4.3 Pembahasan

Dari hasil analisa data sekunder yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan pada tanggal 2 Agustus – 14 Agustus 2010 mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi didapatkan pembahasan sebagai berikut :

4.3.1 Distribusi Frekuensi Ibu yang Memberikan ASI Eksklusif

Dari hasil penelitian pada 74 responden, didapatkan 25 (33,8 %) tidak memberikan ASI eksklusif dan 49 (66,2 %) memberikan ASI eksklusif. Angka ini meningkat daripada tahun 2009 yang pencapaiannya hanya 36,5 % dan masih kecil dibandingkan target Indonesia sehat 2010 yang diharapkan mencapai 80 %. Salah satu usaha yang telah dilakukan adalah penyuluhan kesehatan tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif terhadap bayi usia 0-6 bulan.

Penelitian ini menunjukkan ketidakberhasilnya pemberian ASI eksklusif pada umumnya karena kurangnya pengetahuan ibu. Ini disebabkan penyuluhan kesehatan yang diberikan tidak menyeluruh, diantaranya terdapat faktor-faktor seperti: faktor geografis, luasnya wilayah kerja/cakupan, dan transportasi.

Menurut Soetjiningsih ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi.

Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa makanan tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa makanan padat tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. (Roesli, 2005)

Sekitar 40 tahun silam, jumlah wanita yang memilih menyusui sendiri bayinya mulai berkurang. Jumlah terendah terjadi di tahun-tahun awal 70an ketika kurang dari 40 % yang memilih ASI, dan pada minggu keenam melahirkan, kurang dari 20 % memberikan ASI kepada bayinya (Perez et al,1992 dalam Llewellyn, 2005)

Newton menemukan bahwa ketakutan tentang penyakit, kecemasan terhadap kemampuannya menyusui, olok-olok tidak suka dari teman-temannya terhadap pemberian ASI, dan sikap yang otoriter serta terburu-buru oleh staf perawatan, menghambat reflek pengeluaran air susu dan membuat pemberian ASI menjadi kecil kemungkinan berhasil.

Alasan lain yang mungkin mengenai sebab semakin berkurangnya keinginan untuk menyusui sendiri, dihubungkan dengan pengalaman masa kecil ibu ketika dibesarkan, karena fungsi payudara di masa sekarang dan simbol seksualnya, banyak ibu yang memaksakan keyakinan kepada anak-anak gadisnya bahwa payudara adalah zona terlarang. Di sejumlah penelitian yang mengajukan pertanyaan mengapa mereka berhenti menyusui bayinya, jawaban yang paling umum adalah ”Air susu tidak cukup” atau ”Perawat bilang air susu tidak cocok dengan bayiku” (Llwellyn, 2005).

Dari uraian diatas dapat dsimpulkan bahwa pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya: pengetahuan, latar belakang/pendidikan dari keluarga, rasa percaya diri. Faktor eksternal yaitu: faktor geografis, penyuluhan kesehatan, lingkungan, transportasi yang memadai serta petugas kesehatan yang professional.

Pentingnya peran serta masyarakat dalam rangka mensukseskan program pemberian ASI eksklusif diantaranya pembangunan sarana dan prasarana swadaya masyarakat yang mandiri.

4.3.2 Distribusi Frekuensi Ibu yang Mengalami Amenorea Laktasi

Dari hasil penelitian pada 74 responden didapatkan 26 (35,1 %) tidak mengalami amenorea laktasi dan sebanyak 48 (64,9 %) mengalami amenorea laktasi. Menurut Sarwono, (2008) Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian air susu ibu secara eksklusif artinya hanya memberikan ASI tanpa makanan tambahan lainnya. Penelitian ini menujukkan laktasi yang diberikan memberikan efek tidak terjadinya menstruasi serta pengaruhnya pada lamanya amenorea yang dialami.

Di beberapa negara berkembang seperti Indonesia, efek kontraseptif dari laktasi adalah salah satu cara pengaturan kesuburan wanita. Penelitian menujukkan bahwa pemberian air susu ibu dapat mempengaruhi lamanya amenorea dan frekuensi ovulasi. Pemberian air susu ibu yang tidak eksklusif ditandai dengan peningkatan terjadinya ovulasi sebelum timbulnya menstruasi dan berkurangnya lama amenorea.

Penelitian juga dilakukan pada wanita Australia yang menyusui dalam jangka waktu yang lama, aktivitas ovarium ditentukan dengan mengukur progesteron dalam saliva dan ekskresi esterogen dan pregnandiol (Lewis et al, 1991 dalam Nindya, 2001)

Penelitian di Chili memperlihatkan peran anovulasi dan defek fase luteal terhadap infertilitas akibat laktasi. Disimpulkan bahwa meskipun terjadi anovulasi, kondisi endokrin yang abnormal pada fase luteal pertama memberikan perlindungan efektif pada wanita selama amenorea laktasi dalam jangka waktu 6 bulan Postpartum (Diaz dkk, 1992 dalam Nindya, 2001)

4.3.3 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Amenorea Laktasi

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 74 responden, yang tidak melakukan ASI eksklusif 25 (33,8 %) dengan yang tidak mengalami amenorea laktasi, sedangkan dari 49 responden yang memberikan ASI eksklusif 1 (1,3 %) yang tidak mengalami amenorea laktasi dan 48 (64,9 %) mengalami amenorea laktasi.

Setelah dilakukan uji statistik didapatkan nilai p = 0,00 berarti p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan Ha diterima yaitu terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang.

Pada wanita Postpartum yang tidak memberikan ASInya, Luteinizing Hormon (LH) dan Follicle Stimulating Hormon (FSH) akan menurun sensitivitasnya terhadap Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) setidaknya sampai 3-4 minggu setelah persalinan dibandingkan dengan wanita dengan siklus ovarium yang normal. Sementara pada wanita yang memberikan ASInya ovulasi tidak terjadi akibat pengaruh hormone Prolaktin, pada wanita tersebut kadar Prolaktin telah kembali normal seringkali amenorea tetap terjadi diduga hal ini disebabkan oleh berkurangnya produksi GnRH oleh Hipotalamus (Nindya, 2001)

Hasil penelitian ini sesuai dengan Howie (1981) yang menemukan bahwa ovulasi tidak akan terjadi apabila laktasi ketat dipertahankan. Terdapat berbagai penelitian dan konsesus Internasional tentang hubungan antara laktasi dan penurunan ovulasi tersebut (Nindya, 2001)

Di tahun 1988 di Bellagio, Italia, para ahli di seluruh penjuru dunia mengumpulkan bukti-bukti ilmiah yang berkaitan dengan efek laktasi terhadap infertilitas. Mereka menyimpulkan bahwa para wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi tetapi memberikan ASI secara eksklusif atau hampir eksklusif dan mengalami amenorea, maka kemungkinan terjadinya kehamilan kurang dari 2 % dalam 6 bulan pertama post partum (Kennedy et al, 1989 dalam Nindya, 2001)

Penelitian lain menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya ovulasi menurun hingga 1-5 % pada pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama post partum dan apabila pemberian ASI dilanjutkan hingga bayinya berusia 2 tahun maka efek kontrasepsi yang didapatnya setara dengan penggunaan system kalender dan senggama terputus.

Diharapkan pada masa yang akan datang Metode Amenorea Laktasi (MAL) dapat dijadikan sebagai salah satu kontrasepsi yang dapat digunakan minimal sampai 4 bulan sehingga dapat menghemat pengeluaran dari segi ekonomis dan bagi pemerintah agar dapat menggalakkan MAL sebagai salah satu kontrasepsi yang patut untuk digunakan.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa data hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang tahun 2010 dapat disimpulkan bahwa:

5.1.1 Kurang dari separuh (33,8 %) ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif.

5.1.2 Sebagian kecil (35,1 %) ibu yang tidak mengalami amenorea laktasi

5.1.3 Terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Pada Tahun 2010.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan bagi petugas kesehatan khususnya di Puskesmas Lubuk Kilangan untuk lebih meningkatkan penyuluhan dan mensosialisasikan tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif, karena masih banyak ibu-ibu yang tidak melakukan pemberian ASI secara eksklusif tidak mengetahui cara dan manfaat dari pemberian ASI eksklusif.

5.2.2 Institusi Pendidikan

Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan kepustakaan sehingga dapat menambah wawasan bagi yang membacanya.

5.2.3 Peneliti Selanjutnya

Setelah diketahui adanya hubungan pemberian ASI eksklusif dengan amenorea laktasi, diharapkan kepada penelitian lain agar dapat melakukan penelitian ini dengan metode dan variabel yang lebih kompleks tentang amenorea laktasi.